Jumat, 12 Februari 2010

HISTORY OF NELSON MANDELLA


1918

Nelson Mandela is born on July 18th in the Mvezo village in South Africa’s Cape of Good Hope Province. He is of the Madiba clan, and a member of the Thembu people of the Xhosa nation. His father Gadia Henry Mphakanyiswa, a former government appointed chief of Mvezo, names him Rolihlahla,

1923

After moving to the village of Qunu, north of Mvezo, he becomes a herd-boy, looking after sheep and cattle, and learns to sling–shot, stick–fight and gather honey and fruits.

1925

At seven years old, he becomes the first in his family to attend school, receiving a British education and a new British name — Nelson.

1927

His father dies and his mother moves him to Mqhekezweni, a mission station of the Methodist Church, where Chief Jongintaba Dalindyebo becomes his guardian.

He attends church, listens to chiefs and councilmen hold tribal meetings. He continues his education at the Clarkebury Boarding Institute in the district of Engcobo, then the Healdtown Wesleyan College in Fort Beaufort, a mission school of the Methodist church southwest of Umtata, and the University College of Fort Hare in the municipality of Alice, east of Healdtown.

1941

While on break from college, he runs away to Johannesburg, to avoid an arranged marriage. He briefly works as a night watchman at a gold mine, then takes a job as a clerk at the law firm Witkin, Sidelsky and Edelman in Alexandra while studying for his B.A. by correspondence course at the University of South Africa.

1942

Graduates from the University of South Africa.

Begins attending the African National Congress (ANC) meetings, a nationalistic group that aimed to unite Africans and establish a democratic form of government.

1943

Marches in support of a bus boycott to protest a fare hike in Alexandra, enrolls at the University of the Witwatersrand for a bachelor of laws degree.

1944

Helps form the ANC Youth League, a group intended to underscore and mobilize the ANC. Marries Evelyn Mase; their son Madiba is born two years later.

1947

Finishes his tenure at the Witkin, Sidelsky and Edelman law firm and continues his studies towards a law degree full time.

His daughter Makaziwe is born, but dies nine months later. A second daughter is born in 1953 and again named Makaziwe.

1950

After the racially segregating “apartheid” rule is implemented in South Africa the previous year, Mandela participates in the organization of the National Day of Protest on June 26th.

His second son Makgatho is born on the day of the protest.

1951

Works at the law firm of Terblanche and Briggish, then Helman and Michel before taking his qualification exams to work as a full–fledged attorney at H.M. Basner.

1952

Opens his own law practice In Johannesburg with his friend and fellow ANC member Oliver Tambo. It is the first black law practice in Johannesburg and they become renowned for fighting injustice and protecting the rights of the African community.

1954

After receiving a government ban the previous year, preventing him from attending the African National Congress meetings and limiting his travel, he is stripped of his law credentials by the Law Society of the Transvaal.

1956

Arrested at his home in the early morning of December 5th for high treason. Soon after, almost the entire executive leadership of the ANC is arrested and imprisoned for weeks. Their treason trial drags on until 1961.

Mandela and his wife Evelyn separate after he is released from jail and divorce the following year.

1958

Marries Nomzamo Winifred “Winnie” Madikizela, a social worker at Baragwanath hospital in Soweto on June 14th. Together they have two daughters: Zenani, born on February 5th 1959, and Zindziswa born on December 23rd in 1960.

1960

The South African government declares a state of emergency after police fire on a crowd of protestors in Sharpeville killing at least 69 people and wounding hundreds, sparking national turmoil.

Mandela is arrested under the state of emergency on March 30th. He is released at the end of August but still remains on trial for treason.

1961

Acquitted of treason on March 29th and immediately goes “underground”, and lives in hiding. He meets and plans protest with the ANC and leads the decision to form a military group called Umkhonto we Sizwe (The Spear of the Nation), but referred to as MK.

1962

Mandela is arrested on August 5th after living on the run for over a year, and sentenced to life in prison after a two–year trial. He is accused of sabotage and conspiracy against the country and ordered to serve the majority of his sentence on Robben Island off of the coast of South Africa.

1980

The campaign to release Mandela from prison begins as the headline "Free Nelson Mandela" appears in a March edition of the Johannesburg Sunday Post along with a petition calling for the release of Mandela and other political prisoners.

1990

After 27 years in prison, Mandela is released on February 11th. President F.W. de Klerk, begins the dismantling of the legalized segregation of apartheid.

1992

Divorces his wife Winnie. Appears in the final scenes of Spike Lee's 1992 film “X” about the life of American black, nationalist Malcolm X.

1993

Awarded the Nobel Peace Prize for working towards “the peaceful termination of the apartheid regime,” and for laying the foundations for a new democratic South Africa"

1994

Elected as the 11th president of South Africa in the country's first “national, nonracial, one-person-one-vote” election and is inaugurated on May 10th. Publishes his autobiography “Long Walk To Freedom”.

1998

Weds Graca Machel, widower of a former president of Mozambique, on July 18th, his 80th birthday.

1999

Retires as President of South Africa. He is diagnosed with and treated for prostate cancer the following year.

2003

Hosts the 46664 Concert (named after his prison number) in Cape Town aimed at bringing awareness to HIV/AIDS in South Africa. The concert stars Beyonce, Bono, Youssou N’Dour, and many other notable musicians.

2007

Forms the group The Elders with world leaders including Kofi Annan, Archbishop Desmond Tutu, Jimmy Carter to address problems of the world.

Rabu, 10 Februari 2010

Dreams of My Father: A Story of Race and Inheritance

“Change We Can Believe In!” demikian salah satu kata pamungkas Obama yang mengantarnya menjadi orang nomor satu di Gedung Putih. Kemenangan Obama yang berasal dari kulit berwarna adalah suatu hal menarik dan mengejutkan. Olehnya itu, pergulatan hidupnya sejak kecil hingga menjadi orang nomor satu, patut diapresiasi.

Buku ini disusun berdasarkan pada tiga bagian besar, yaitu “Asal usul”, “Chicago”, dan “Kenya.” Di bagian pertama, ia menjelaskan tentang akar sejarahnya sendiri yang berasal dari perkawinan antar bangsa (miscegenation). Ayahnya, berasal dari keturunan kulit hitam Afrika, sedangkan ibunya adalah kulit putih dari tanah Amerika.

Diskriminasi ras yang terjadi di negeri Paman Sam membuat Obama agak terganggu, namun hal itu tidak membuatnya jatuh pada tindakan gegabah untuk memusuhi ras kulit putih. Mimpi ayahnya untuk menciptakan tatanah masyarakat yang saling menghargai antara kulit putih dan hitam rupanya diteruskan oleh Obama. Ia berkata, “..aku belajar untuk mondar-mandir antara dunia kulit hitam dan kulit putihku, memahami bahwa tiap dunia memiliki bahasa, kebiasaan, dan struktur arti tersendiri. Aku merasa yakin bahwa dengan sedikit penerjemahan, dua dunia itu pada akhirnya akan melekat satu sama lain.”

Kalau dipikir-pikir, menyakitkan juga kalau kita hidup di lingkungan yang antipati terhadap kita. Coba bayangkan bagaimana perasaan seorang anak ketika ayahnya yang orang Afrika dinisbatkan dengan kata-kata yang agak menusuk. “Apakah ayahmu makan orang?” tanya seorang anak laki-laki pada Barack di umurnya yang kesepuluh. Jelas ayahnya tidak makan orang, justru karena ingin menjadi yang berguna maka ayahnya merantau ke tanah Amerika untuk belajar. Tapi, itulah konsekuensi sekaligus “uji nyali” apakah seseorang akan keluar sebagai yang tangguh atau terhempas.

Atau, di lain waktu, saat ia bermain dengan kawannya yang berkulit hitam juga, bernama Coretta, ia mendapatkan ejekan dari temannya yang lain. Perempuan itu perawakannya gemuk, dan gelap, dan tidak memiliki banyak teman. “Coretta punya pacar! Coretta punya pacar!” Barack membantah itu, tapi temannya yang lain mengejek dengan berkata, Coretta punya pacar! Mengapa tak kau cium saja, mister boyfriend?”

Saat ia beranjak menjadi pemuda, pemikiran Barack untuk menjadi aktivis dan pemersatu mulai terlihat perlahan. Slogan “Change!” (Berubah!) yang belakangan membuatnya mendapatkan simpati dari banyak kalangan tampaknya telah tersimpan dalam benaknya sejak masih muda. “Aku ingin membuat perubahan,” demikian ujar Obama di halaman 151. Ia tampaknya tidak ingin menjadi sia-sia saja jadi manusia. Dengan perubahan yang diidamkannya, ia melanjutkan, bahwa dirinya, “ingin menjadi orang yang berguna.”

Pada bagian kedua buku ini, dimulai dengan keputusan Barack pada 1983 untuk terjun menjadi aktivis penggalangan masyarakat (community organizer). Di titik ini, ide perubahan-nya terus dipegang erat. Ia menginginkan perubahan! Perubahan dimana? “Perubahan di Gedung Putih, tempat Reagen dan antek-anteknya melaksanakan pekerjaan kotornya. Perubahan di Kongres, (yang) tak bergigi dan korup.” Perubahan lebih besar yang ia serukan masa itu adalah perubahan dalam semangat negaranya yang dalam pandangannya, “maniak dan asyik dengan dirinya sendiri.” Perubahan itu, kata dia, tidak akan muncul dari atas! “Perubahan,” kata Obama, “akan muncul dari massa akar rumput yang diberdayakan!”

Keputusan Obama untuk lebih dekat kepada massa akar rumput (grass roots), selain karena semangatnya untuk berubah, juga mungkin karena titisan spirit dari ayahnya. Dalam surat yang ditulis oleh ayahnya, ada sebuah kutipan menarik yang relevan dengan hal ini. Ayahnya menulis, “…yang terpenting adalah kau mengenal masyarakatmu dan tempat kau semestinya berada.” Dalam pribahasa kita yang berbunyi “dimana bumi dipijak, di situ langit dijunjung” diaplikasikan Obama dengan berusaha bersialisasi, menjauhkan prasangka, dan memberdayakan masyarakat dimulai dari yang tidak jauh darinya.

Di bagian ketiga, Obama menjelaskan pengalamannya “pulang kampung” ke Kenya. Di sana ia bertemu dengan keluarganya. Ia diceritakan bahwa suku aslinya adalah masyarakat yang bertani, mengembala, dan atau apa yang oleh para antropolog awal abad ke-19 disebut sebagai masyarakat dengan “primitive culture.” Namun, Hussein (kakek Obama), walau begitu, ia cinta pada pengetahuan. “Pengetahuan,” kata Hussein, “adalah sumber kekuatan orang kulit putih dan ia ingin memastikan bahwa anaknya terpelajar seperti orang kulit putih.” Olehnya itu tak heran kalau kemudian ayah Obama melanjutkan pendidikannya di Amerika.

Di masa perang kemerdekaan antara kulit hitam dan putih di Kenya, kakek Obama menyakiti bahwa orang kulit hitam di Afrika tidak akan pernah bisa menang, karena mereka hanya mau bekerjasama dengan suku atau klannya sendiri. Sedangkan, kalangan kulit putih bekerja bersama-sama untuk kekuatan mereka. Ada filosofi menarik yang bisa kita petik di sini, bahwa “bersama kita bisa” adalah mutlak adanya sebagai prasyarakat kemenangan. Kata kakek Obama yang nama aslinya Onyango, “Orang kulit putih itu seperti semut. Kalau sendirian, ia dapat dihancurkan dengan mudah. Tetapi, seperti juga semut, mereka bekerja bersama-sama. Bangsanya, perjuangannya—hal-hal ini lebih penting baginya dibanding dengan dirinya sendiri.”

Membaca buku ini, seperti membaca diri kita sendiri. Masalah perbedaan rasial juga sebenarnya terjadi di negeri kita, walau tidak sedramatis Obama. Di negeri kita, derita seperti ketimpangan ekonomi antara kaum berada dan kaum papa betapa menjadi masalah masyarakat perkotaan. Pergulatan hidup Obama dalam buku ini dengan selalu ingin berubah, rasanya menarik untuk menjadi inspirasi kita semua, baik secara pribadi maupun kolektif. ***
pertama kali diterbitkan pada 1995. Dalam terbitan Penerbit Mizan (2009),

Selasa, 09 Februari 2010

COKLAT

Cokelat dihasilkan dari kakao (Theobroma cacao) yang diperkirakan mula-mula tumbuh di daerah Amazon utara sampai ke Amerika Tengah. Mungkin sampai ke Chiapas, bagian paling selatan Meksiko. Orang-orang Olmec memanfaatkan pohon dan, mungkin juga, membuat “cokelat” di sepanjang pantai teluk di selatan Meksiko. Dokumentasi paling awal tentang cokelat ditemukan pada penggunaannya di sebuah situs pengolahan cokelat di Puerto Escondido, Honduras sekitar 1100 -1400 tahun SM [1]. Residu yang diperoleh dari tangki-tangki pengolahan ini mengindikasikan bahwa awalnya penggunaan kakao tidak diperuntukkan untuk membuat minuman saja, namun selput putih yang terdapat pada biji kokoa lebih condong digunakan sebagai sumber gula untuk minuman beralkohol.

Residu cokelat yang ditemukan pada tembikar yang digunakan oleh suku Maya kuno di Río Azul, Guatemala Utara, menunjukkan bahwa Suku Maya meminum cokelat di sekitar tahun 400 SM. Peradaban pertama yang mendiami daerah Meso-Amerika itu mengenal pohon “kakawa” yang buahnya dikonsumsi sebagai minuman xocolātl yang berarti minuman pahit. Menurut mereka, minuman ini perlu dikonsumsi setiap hari, entah untuk alasan apa. Namun, tampaknya cokelat juga menjadi simbol kemakmuran. Cara menyajikannya pun tak sembarangan. Dengan memegang wadah cairan ini setinggi dada dan menuangkan ke wadah lain di tanah, penyaji yang ahli dapat membuat busa tebal, bagian yang membuat minuman itu begitu bernilai. Busa ini sebenarnya dihasilkan oleh lemak kokoa (cocoa butter) namun terkadang ditambahkan juga busa tambahan. Orang Meso-Amerika tampaknya memiliki kebiasaan penting minum dan makan bubur yang mengandung cokelat. Biji dari pohon kakao ini sendiri sangat pahit dan harus difermentasi agar rasanya dapat diperolah. Setelah dipanggang dan dibubukkan hasilnya adalah cokelat atau kokoa. Diperkirakan kebiasaan minum cokelat suku Maya dimulai sekitar tahun 450 SM - 500 SM. Konon, konsumsi cokelat dianggap sebagai simbol status penting pada masa itu. Suku Maya mengonsumsi cokelat dalam bentuk cairan berbuih ditaburi lada merah, vanila, atau rempah-rempah lain. Minuman Xocoatl juga dipercaya sebagai pencegah lelah, sebuah kepercayaan yang mungkin disebabkan dari kandungan theobromin didalamnya.

Ketika peradaban Maya klasik runtuh (sekitar tahun 900) dan digantikan oleh bangsa Toltec, biji kokoa menjadi komoditas utama Meso-Amerika. Pada masa Kerajaan Aztec berkuasa (sampai sekitar tahun 1500 SM) daerah yang meliputi Kota Meksiko saat ini dikenal sebagai daerah Meso-Amerika yang paling kaya akan biji kokoa. Bagi suku Aztec biji kokoa merupakan “makanan para dewa” (theobroma, dari bahasa Yunani). Biasanya biji kokoa digunakan dalam upacara-upacara keagamaan dan sebagai hadiah.

Cokelat juga menjadi barang mewah pada masa Kolombia-Meso Amerika, dalam kebudayaan mereka yaitu suku Maya, Toltec, dan Aztec biji kakao (cacao bean) sering digunakan sebagai mata uang [2]. Sebagai contoh suku Indian Aztec menggunakan sistem perhitungan dimana satu ayam turki seharga seratus biji kokoa dan satu buah alpukat seharga tiga biji kokoa [3]

Sementara tahun 1544 M, delegasi Maya Kekchi dari Guatemala yang mengunjungi istana Spanyol membawa hadiah, di antaranya minuman cokelat.

Cokelat cair.

Di awal abad ke-17, cokelat menjadi minuman penyegar yang digemari di istana Spanyol. Sepanjang abad itu, cokelat menyebar di antara kaum elit Eropa, kemudian lewat proses yang demokratis harganya menjadi cukup murah, dan pada akhir abad itu menjadi minuman yang dinikmati oleh kelas pedagang. Kira-kira 100 tahun setelah kedatangannya di Eropa, begitu terkenalnya cokelat di London, sampai didirikan “rumah cokelat” untuk menyimpan persediaan cokelat, dimulai di rumah-rumah kopi. Rumah cokelat pertama dibuka pada 1657.

Di tahun 1689 seorang dokter dan kolektor bernama Hans Sloane, mengembangkan sejenis minuman susu cokelat di Jamaika dan awalnya diminum oleh suku apothekari, namun minuman ini kemudian dijual oleh Cadbury bersaudara [4].

Semua cokelat Eropa awalnya dikonsumsi sebagai minuman. Baru pada 1847 ditemukan cokelat padat. Orang Eropa membuang hampir semua rempah-rempah yang ditambahkan oleh orang Meso-Amerika, tetapi sering mempertahankan vanila. Juga mengganti banyak bumbu sehingga sesuai dengan selera mereka sendiri mulai dari resep khusus yang memerlukan ambergris, zat warna keunguan berlilin yang diambil dari dalam usus ikan paus, hingga bahan lebih umum seperti kayu manis atau cengkeh. Namun, yang paling sering ditambahkan adalah gula. Sebaliknya, cokelat Meso-Amerika tampaknya tidak dibuat manis.

Cokelat Eropa awalnya diramu dengan cara yang sama dengan yang digunakan suku Maya dan Aztec. Bahkan sampai sekarang, cara Meso-Amerika kuno masih dipertahankan, tetapi di dalam mesin industri. Biji kokoa masih sedikit difermentasikan, dikeringkan, dipanggang, dan digiling. Namun, serangkaian teknik lebih rumit pun dimainkan. Bubuk cokelat diemulsikankarbonasi kalium atau natrium agar lebih mudah bercampur dengan air (dutched, metode emulsifikasi yang ditemukan orang Belanda), lemaknya dikurangi dengan membuang banyak lemak kokoa (defatted), digiling sebagai cairan dalam gentong khusus (conched), atau dicampur dengan susu sehingga menjadi cokelat susu (milk chocolate). dengan

sumber: wikipediaindonesia-cokelat

COKLAT VALENTINE

Cokelat valentine dan bunga mawar adalah hadiah yang paling sering dihadiahkan pada hari Valentine atau hari cinta kasih. Hadiah ini biasa diberikan kepada orang yang Anda kasihi atau cintai dan tidak selalu harus kekasih atau suami/istri.

Tradisi memberikan cokelat valentine juga bisa diberikan kepada teman, keluarga, guru, murid atau siapapun untuk menunjukan betapa Anda mencintai mereka. Tradisi St. Valentine’s Day sendiri sudah dimulai ratusan tahun yang lalu, ketika kerajaan Romawi sedang diperintah oleh Kaisar Claudius II di sekitar abad ke-3 masehi yang menghukum mati seorang pria muda karena menikah diam-diam dan dituduh melarikan diri dari wajib militer. Selama di penjara Valentine mengirimkan surat kepada orang-orang yang disayanginya, dan setelah ia meninggal di hukum mati oleh sang kaisar pada tanggal 14 Februari 269 M, tradisi St.Valentine’s Day dimulai. Ini hanyalah satu dari sekian banyak cerita yang sudah diceritakan beratus-ratus tahun yang lalu. Terlepas dari benar atau tidaknya fakta ini, orang modern sekarang ”merayakan” Hari Kasih Sayang atau St. Valentine’s Day ini untuk menunjukan kasih sayangnya kepada orang-orang terdekat. Perayaan ini juga sudah merupakan lintas agama, lintas kebangsaan, dan di rayakan oleh orang seluruh dunia.

Cokelat valentine dianggap cocok karena selain rasa coklat yang manis dan nikmat, pada umumnya hadiah ini sangat unik bentuknya dan mudah untuk dibawa, diberikan atau bahkan dikirim ke mana-mana. Bentuk coklat yang seperti hati pada umumnya merupakan salah satu favorit yang paling sering diberikan.

Banyak orang sudah mulai mengerti bahwa coklat sarat dengan gizi, dan anti oksidan yang baik untuk kesehatan. Banyak kandungannya yang dapat menyebabkan mood Anda menjadi ceria. Coklat sama sekali tidak menyebabkan kegemukan atau jerawat jika dikonsumsi dengan tidak berlebihan.

SUMBER:WIKIPEDIA-COKLAT


Minggu, 31 Januari 2010

sebuah catatan

tidak ada yang abadi...kecukupan yg manusia anggap selama ini adalah limpahan harta dan berkedudukan tinggi. sehingga manusia dalam kesempitan selalu cepat putus asa. mereka yang terjurumus akan menyekutukan sang penciptaNYA ALLAH SWT. ketahuilah Allah SWT tidak pernah memberikan cobaan yang berat dan akan menunjuk kebesaranNYA bagi hamba-hambaNYA yg sabar dan tidak cepat putus asa...

Tidak ada yang abadi....ketika manusia mencoba mencapai suatu hal yang besar dalam hidupnya, menjadi lebih berharga tanpa menyadari bahwa hidup itu adalah sebagian dari kumpulan waktu yang di anggap kecil dan kadang terbuang hanya mengejar prestige. dan
pada akhirnya tersadar apa yang kita selama ini kejar hanya sampai batasan umur saja. Ketahuilah tidak yang lebih berharga selain keluarga dan kesehatan..


Selasa, 26 Januari 2010

MEMBANGUN KELUARGA SEJAHTERA DALAM PERSPEKTIF AGAMA

1. Sepanjang sejarah peradaban manusia, keluarga selalu dipandang sebagai institusi masyarakat terkecil tempat bernaung dan penggantungan hidup anggota-anggotanya mulai dari orangtua (baca: ayah dan ibu), anak-anak, hingga anggota keluarga lainnya yang hidup bersama, seperti kakek, nenek, bibi, uwak, dan sebagainya. Begitu besarnya peran keluarga sebagai tempat bernaung dan penggantungan hidup, segenap anggotanya pasti mengharapkan suasana aman, nyaman, tenteram dan dapat terpenuhi kebutuhan hidupnya, baik lahiriah maupun batiniah. Dengan demikian, keluarga sejahtera yang antara lain ditandai dengan tercukupinya kebutuhan lahir batin serta memiliki hubungan yang serasi antar anggota keluarga, akan selalu menjadi idaman, dambaan dan cita-cita bagi setiap insan manusia.
Membangun keluarga sejahtera, atas dasar alasan-alasan tersebut, menjadi sangat
urgen dilakukan bukan sekedar karena kesejahteraan keluarga akan menjadikan hidup
anggota-anggotanya lebih bermakna dan mudah untuk mencapai kebahagiaan. Tetapi
dalam konteks yang lebih luas, keluarga yang sejahtera akan banyak mempengaruhi
ketahanan masyarakat, bangsa dan negara dalam semua aspek kehidupan sehingga akan
berpengaruh pula terhadap kemandirian suatu bangsa.
Logikanya sangat sederhana. Hanya dalam keluarga sejahtera sajalah akan terlahir sumber daya manusia yang berkualitas dan potensial untuk mendukung pembangunan. Mereka inilah yang akan membangun masyarakat, bangsa dan negara menuju kehidupan yang lebih baik. Pengertian yang lebih baik ini, tidak saja menyangkut aspek ekonomi semata, tetapi mencakup semua aspek.
2. kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara seperti ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan.
Urgensitas membangun keluarga sejahtera semakin kita rasakan bila kita melihat
dari sudut pandang atau perpektif agama. Pada dasarnya membangun keluarga sejahtera
menjadi sebuah kewajiban yang tidak bisa ditawar-tawar oleh seluruh umat manusia
dalam fitrahnya sebagai khalifah di muka bumi ini.
Agama Islam memiliki prinsip bahwa membangun keluarga sejahtera merupakan
upaya yang wajib ditempuh oleh setiap pasangan (keluarga) yang telah diawali dengan
pernikahan Islami. Dalam agama Islam, keluarga sejahtera disubstansikan dalam bentuk
Keluarga Sakinah yang memiliki lima tahapan mulai dari Keluarga Pra Sakinah, Keluarga
Sakinah I, II, III, dan Keluarga Sakinah III Plus. Dasar utama membangun keluarga
sejahtera ini adalah ayat-ayat dalam Surat Ar Ruum, di mana dinyatakan bahwa tujuan
berkeluarga adalah untuk mencapai ketenteraman dan kebahagiaan dengan dasar kasih
sayang. Yaitu keluarga yang saling cinta mencintai dan penuh kasih sayang sehingga
setiap anggota keluarga merasa aman, tenteram, tenang dan damai, bahagia dan sejahtera namun dinamis menuju kehidupan yang lebih baik di dunia maupun di akhirat.
Sementara itu agama Kristen memandang bahwa miskin itu bukan kehendak Allah, karenanya kemiskinan harus diberantas. Hanya saja dalam pelaksanaannya harus
dilakukan secara terpadu. Penyebabnya adalah karena untuk mencapai kesejahteraan
selalu bersangkut paut dengan soal sosiologi, problema ekonomi, pertanian dan teknik.
Disamping itu juga bersangkut paut dengan masalah kepadatan penduduk, pendidikan,
pembangunan watak dan hiburan.
Dalam pandangan Alkitab (Kej. Pasal 2), anak bukanlah menjadi tujuan utama perkawinan. Tetapi anak merupakan anugerah yang harus dirawat dan dijaga dengan penuh kasih sayang. Tujuan perkawinan yang utama adalah
3. membangun persekutuan tugas di mana mereka saling melayani. Itulah sebabnya
perkawinan membutuhkan pemberkatan.Menurut agama Katholik, membangun keluarga sejahtera sehingga tercukupi kebutuhan lahir batinnya, merupakan tujuan perkawinan sejak awal. Oleh karena itu, dalam perkawinan Katholik dianjurkan adanya perencanaan yang matang. Karena hanya dengan cara tersebut mereka dapat membangun keluarganya dalam kondisi moral dan sosial ekonomi yang menguntungkan.
Menurut Pedoman Kerja Umat Katholik Indonesia 3 Desember 1971 Hal 20 No 9, yang dimaksud perkawinan adalah persekutuan cinta antara dua pribadi, pria dan wanita yang dengan penuh kesadaran dan kebebasan mau menyerahkan diri pribadi dan segala kemampuannya kepada satu sama lain untuk selama-lamanya.
Selanjutnya agama Hindu berpedoman bahwa hidup ini bertujuan Moksartham Djagathita, artinya mencita-citakan tercapainya kebahagiaan rohani dan kesejahteraan hidup manusia. Kebahagiaan hidup ini tercermin dalam bentuk terpenuhinya secara berimbang dan serasi antara empat kebutuhan pokok yang dalam bahasa Sansekertanya disebut dengan istilah Catur Purusa Artha yakni Dharma (kesucian, keluhuran, kemanusiaan dan segala kebijakan), Artha (terpenuhinya hasrat-hasrat sosial ekonominya), Kama terpenuhi hasrat hidup yang dapat memberikan kenikmatan dan kesenangan) dan Moksa tercapainya peningkatan rohaniah yaitu ketenteraman batin).
Dengan demikian upaya untuk mewujudkan kesejahteraan pada tiap-tiap keluarga adalah sejalan dengan tujuan agama Hindu dan pada hakekatnya merupakan tuntutan dari setiap umat yang menganut agama. Hanya saja untuk mencapai kesejahteraan ini ada norma-norma tertentu yang patut diperhatikan sehingga kesejahteraan ini diperoleh dengan cara yang luhur dan benar.
4 .Sedangkan dalam pandangan agama Budha, terutama yang dituangkan dalam
doktrin Empat Kasunyatan Mulia (Cattari Ariya Saccani), hidup ini adalah dhuka (derita). Oleh karena itu, setiap gerak dari usaha dan perjuangan umat manusia adalah berusaha untuk mengatasi atau meringankan penderitaan ini. Menurut agama Budha, kebahagiaan duniawi terbesar yang dapat dinikmati manusia adalah dua makhluk yang saling mencintai di dalam perkawinan yang diberkahi. Untuk mencapai kebahagiaan hidup duniawi, Sang Budha menganjurkan agar perkawinan itu merupakan perkawinan di dalam Dharma. Artinya perkawinan yang berdasarkan atas ajaran Sang Budha dalam usaha untuk mencapai kebahagiaan keluarga, yang terdapat dalam khotbah Sang Budha yang bernama Sigalovada Sutta.
Atas dasar uraian tersebut, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa membangun
keluarga sejahtera sejak awal telah mendapat perhatian penuh dari semua agama besar di Indonesia, jauh sebelum program-program pembangunan keluarga sejahtera dicanangkan
pemerintah. Sehingga sangat tepat kiranya bila pemerintah sekarang ini berupaya
merevitalisasi program KB sebagai bagian dari upaya membangun keluarga sejahtera
dengan melakukan re-branding dan menetapkan visi “Seluruh Keluarga Ikut KB” serta
misi “Mewujudkan Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera”. Terlebih secara demografis,
KB telah terbukti mampu mengendalikan laju pertumbuhan penduduk secara signifikan
yang memberi peluang pada pemerintah dan seluruh lapisan masyarakat termasuk
keluarga untuk mengembangkan kualitasnya, menuju kehidupan yang lebih baik sebagai
salah satu syarat tercapainya kemajuan dan kejayaan bangsa kita di kemudian hari.
sumber :Drs. Mardiya.